Sekarang kita akan melihat kisah Hamzah, paman nabi yang masuk Islam dan pelajaran penting di dalamnya.
Sekarang Masuk pada Fase Masuk Islamnya Hamzah dan Umar Hingga Peristiwa Isra’ Mi’raj
Sikap kaum Quraisy dalam menyikapi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya terbatas pada tidak menerimanya, tetapi lebih daripada itu, mereka mempersempit gerak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi dan menyakiti siapa pun yang hendak mengikuti Islam dengan menggunakan berbagai cara. Usaha mereka untuk menyakiti kaum muslimin itu semakin hari semakin bertambah kejam, tidak hanya terhadap mereka yang memeluk agama Islam, tetapi kekejaman itu juga menimpa kepada istri dan anak-anak serta kerabat mereka. Situasi seperti itu akhirnya memaksa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang telah beriman beserta keluarga mereka mengungsi di Syi’ib Abu Thalib, mereka diboikot dan dikucilkan dari pergaulan dan tidak diberi bahan makanan.
Sesudah Nabi keluar dari pemboikotan itu, ujian dan kesulitan masih terus bertubi-tubi menimpa beliau; yaitu dengan meninggalnya paman beliau Abu Thalib, disusul dengan wafatnya istri tercinta, Ummul Mukminin, Khadijah radhiyallahu ‘anha, kemudian sikap penolakan dan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang Thaif, ketika beliau meminta dukungan mereka.
Akan tetapi, episode ini berakhir dengan sebuah kehormatan yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa peristiwa Isra’ Mi’raj, yaitu Nabi diperjalankan pada suatu malam ke Masjidil Aqsha lalu dinaikkan ke seluruh langit, hingga sampai pada satu tingkat ketinggian yang belum pernah dicapai oleh siapa pun sebelumnya. Jadi, episode ini sekalipun diawali dengan pemboikotan dan embargo dari kaum Quraisy, tetapi episode ini diakhiri dengan peristiwa Mi’raj yang agung, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang dipelajari berikutnya dalam pelajaran Sirah Nabawiyah dan moga kita dapat gali faedah berharga di dalamnya. Dimulai kali ini dengan masuk Islamnya dua tokoh penting yaitu Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma.
Masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththallib
Hamzah adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus saudara sepersusuan beliau.
Awal keislaman Hamzah—sebagaimana ditulis dalam buku-buku sirah—dipicu oleh fanatisme hubungan keluarga dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika seorang budak wanita dari ‘Abdullah bin Jud’an berada di tempat tinggalnya, ia melihat Abu Jahal bertemu dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di bukti Shafa, saat itulah Abu Jahal memaki-maki dan menyakiti Rasul. Tetapi Rasul tidak menanggapinya dengan satu patah kata pun. Tidak berselang lama, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib datang dari berburu sambil menyandang busur panahnya. Kemudian sang budak wanita tersebut memberitahukan kepada Hamzah apa yang saja ia saksikan.
Hamzah, yang merupakan seorang pemuda Quraisy yang berkepribadian dam mempunyai harga diri yang tinggi terusik emosi amarahnya. Hal ini memang atas izin Allah yang hendak memuliakannya dengan Islam. Oleh karena itu, Hamzah pun bergegas dan bersiap-siap jika bertemu dengan Abu Jahal, Hamzah pasti akan menyakitinya. Oleh karena itu, ketika masuk masjid, ia melihat Abu Jahal sedang duduk di antara kaumnya.
Hamzah pun berjalan menuju Abu Jahal dan ketika Abu Jahal berdiri menyambutnya, maka Hamzah mengangkat busur panahnya dan memukulkan pada kepala Abu Jahal sampai terluka dengan luka yang cukup serius.Hamzah lalu berkata, “Apakah kamu mencaci maki Muhammad? Aku sekarang mengikuti agamanya dan mengucapkan kalimat yang ia ucapkan. Silakan kamu balas perlakuanku ini jika kamu berani.” Maka ada beberapa orang laki-laki dari Bani Makhzum yang berdiri hendak membantu Abu Jahal, tetapi Abu Jahal melarang mereka. Begitulah seterusnya Hamzah radhiyallahu ‘anhu memeluk agama Islam dan mengikuti apa yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pelajaran dari Masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib
Pertama: Boleh jadi yang kita tidak suka, itu malah baik untuk kita. Lihatlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disakiti oleh Abu Jahal malah di balik itu ada kebaikan yang banyak. Itulah faedah dari beriman kepada takdir, pasti ada hikmah terbaik di balik ketetapan (qadha’) Allah. Allah Ta’alaberfirman,
فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)
Juga dalam ayat lainnya disebutkan,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Kedua: Masuk Islamnya Hamzah karena rasa harga diri (fanatisme) yang tidak ingin keluarganya hina dan disakiti. Kemudian Allah lapangkan hatinya untuk menerima Islam.
Ketiga: Bisa jadi ada yang memeluk Islam karena alasan dunia. Namun tak menutup kemungkinan niatnya berubah di kemudian waktu.
Anas bin Malik mengatakan,
إِنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إِلاَّ الدُّنْيَا فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإِسْلاَمُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
“Sesungguhnya pada zaman dahulu, ada sebagian orang yang masuk Islam hanya mengharapkan dunia. Sesudah ia berada dalam Islam, akhirnya Islam menjadi lebih ia cintai daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim, no. 2312)
Sebagaimana dalam belajar agama pula, kata para ulama seperti Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,
طَلَبْنَا هَذَا العِلْمَ لِغَيْرِ اللهِ فَأَبَى اللهُ أَنْ يَكُوْنَ لِغَيْرِهِ
“Kami menuntut ilmu awalnya berniat mencari ridho selain Allah. Kemudian Allah tidak ingin jika niatan tersebut kepada selain-Nya.”
Keempat: Fanatisme tidak selamanya tercela. Jika fanatisme kesukuan diberdayakan untuk kepentingan agama, maka masih dianggap bagus. Kalau fanatisme kesukuan seperti ini tidak ada, tentu orang-orang akan mudah berbuat nakal kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lihat pula bagaimana dikatakan oleh kaum Madyan kepada nabinya Syu’aib ‘alaihis salam,
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا ۖوَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ ۖوَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ
“Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami”.”(QS. Hud: 91)
Kelima: Keutamaan membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab berkat pembelaan yang sangat mulia ini, Allah Ta’alamembuka pintu hati Hamzah untuk masuk Islam.
Insya Allah berlanjut pada serial berikutnya dengan masuk Islamnya Umar bin Khaththab. Semoga dimudahkan untuk terus menambah ilmu.
Referensi:
Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
—
Disusun di Pesantren Darush Sholihin, 8 Rabi’ul Awwal 1440 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com